Beritaterheboh.com - Sekretaris Tim Kampanye Nasional pasangan nomor urut 02 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Hasto Kristiyanto masih meragukan pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang menyebut 55 persen masyarakat Indonesia masih mengalami buta huruf. Menurutnya, sangat berbahaya jika klaim Prabowo itu tak bisa dipertanggungjawabkan ke depannya.
"Ya kalau kita lihat sekali lagi, data-data itu harus bisa dipertanggungjawabkan, setiap capres menyampaikan 55 persen sangat berbahaya loh dari 10 itu berarti 6 orang buta huruf misalnya, itu kan secara persentase prorata seperti itu," ujar Hasto di Posko Cemara, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Hasto menganggap pernyataan sepihak dari Prabowo menandakan tim kampanyenya malas mencari secara rinci data-data tentang warga yang mengalami buta huruf.
"Inilah lagi-lagi menunjukkan bahwa Prabowo tidak diback up oleh tim kampanye yang solid sehingga data-data tidak valid," kata dia.
Sebelumnya, Prabowo membeberkan data 55 persen rakyat Indonesia mengalami kemampuan keterbatasan membaca. Ketua Umum Partai Gerindra merasa terenyuh melihat fenomena tersebut.
"Di World Bank, 55 persen Indonesia functionally illiterate (kemampuan terbatas dalam membaca). Saya sedih," tutur Prabowo di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Menurut BPS
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto mengungkap data World Bank bahwa 55% rakyat Indonesia functionally illiterate. Apa kata Badan Pusat Statistik?
"Yang kita, kalau di BPS tidak sampai pemahaman, tapi kalau di BPS ketika mengumpulkan data dari susenas, dia bisa baca atau tidak dan ketika dia bilang bisa, itu kita minta buktinya dengan membaca, hanya sampai sana," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jl Dr Sutomo, Jakpus, Kamis (22/11/2018).
Prabowo tak menjelaskan secara rinci soal functionally illiterate yang dimaksudnya. Namun hal tersebut diduga mengacu pada kemampuan orang Indonesia memahami bacaan. Suhariyanto mengaku tak punya data soal hal tersebut.
"Kalau soal pemahaman kan memang beda-beda. Ada orang pendidikan tinggi pun memahami juga tidak secepat dengan yang itu ya, kita tidak sampai dengan pemahamannya. Jadi saya nggak tahu, saya belum lihat angkanya World Bank, jadi saya nggak bisa komentar ya," ujarnya.
Sementara itu, soal kondisi buta huruf rakyat Indonesia, Suhariyanto mengatakan angkanya rendah sekali. Dia menegaskan angka melek huruf rakyat Indonesia sangat tinggi.
"Kalau data BPS angka buta huruf kita itu kecil sekali. Ini terbukti misalnya dulu waktu kita menghitung, saya nggak bawa angkanya, tapi pada waktu kita menghitung Indeks Pembangunan Manusia, namanya pendidikan dulu itu dihitungnya dari angka melek huruf. Satu lagi, dari rata-rata lama sekolah. Tapi, sejak 2010, ketika UNDP melakukan penyempurnaan metodologi, angka melek huruf di semua negara itu udah tinggi sekali, termasuk di Indonesia," paparnya.
Kembali soal functionally illiterate, data tersebut pernah diungkap di akun Twitter @BankDunia. Pada 5 Juni 2018, akun itu mencuitkan data 55% kemampuan membaca penduduk Indonesia masih terbatas. Berikut ini cuitannya:
“Di bidang pendidikan, Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam kuantitas. Tapi masih banyak kekurangan dalam mutu. Sekitar 55% penduduk Indonesia kemampuan membacanya masih terbatas - bisa membaca tapi mungkin sulit mengerti apa yg dibaca” ~Frederico #IEQBankDunia pic.twitter.com/BUmyKpluc2— World Bank Indonesia (@BankDunia) June 6, 2018
FAKTA:
Faktanya yang dimaksud cuitan dari world bank adalah terkait dengan PISA. Program for International Student Assessment, disingkat PISA) adalah penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD).
Tujuan dari studi PISA adalah untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di seluruh dunia, dengan maksud untuk meningkatkan metode-metode pendidikan dan hasil-hasilnya.
Sebelumnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merilis pencapaian nilai Programme for International Student Assessment (PISA), Selasa 6 Desember 2016, di Jakarta. Release ini dilakukan bersama dengan 72 negara peserta survei PISA. Hasil survei tahun 2015 yang di release hari ini menunjukkan kenaikan pencapaian pendidikan di Indonesia yang signifikan yaitu sebesar 22,1 poin. Hasil tersebut menempatkan Indonesia pada posisi ke empat dalam hal kenaikan pencapaian murid dibanding hasil survei sebelumnya pada tahun 2012, dari 72 negara yang mengikuti tes PISA.
Sementara untuk penilaian PISA tingkat 1 dikategorikan buta huruf. menurut penilaian PISA, buta huruf secara fungsional karena mereka dapat, misalnya, membaca teks tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan teks tersebut.
PISA menilai akan literasi anak dengan analisis penilaian yang menyeluruh. Hasil analisis itu akan diberikan atau diterbitkan untuk menjadikan bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang berkewenangan dalam dunia pendidikan. Dari hasil itulah kebijakan dapat diambil. Untuk sekolah mereka akan dapat melihat apa yang menyebabkan siswa di suatu negara memiliki nilai yang tinggi atau sebaliknya. Negara juga dapat mengambil terobosan untuk bisa menanggulangi kelemahan-kelemahan dari hasil PISA tersebut.
Fakta
Dokumen Bank DuniaPrabowo menyebut sumber data atas klaimnya berasal dari World Bank (Bank Dunia). Pelacakan lewat mesin pencari mengarah pada dokumen publikasi Indonesia Economic Quarterly, Juni 2018, terbitan Bank Dunia yang berjudul “Pendidikan untuk pertumbuhan”. (PDF)
Pada halaman 42 dalam dokumen tersebut tertulis: “Menurut tes internasional, lebih dari 55 persen orang Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan buta huruf secara fungsional, jauh lebih besar daripada yang terdata di Vietnam (14 persen) dan negara-negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) (20 persen)”.
Selain itu bisa dilihat halaman 32
Simpulan soal ‘buta huruf secara fungsional’ Indonesia itu memuat lengkap gambar perbandingan datanya. Dalam dokumen edisi bahasa Inggris, ‘buta huruf secara fungsional’ tertulis sebagai "functionally illiterate". (PDF)
Maksud "buta huruf secara fungsional" dalam dokumen tersebut dijelaskan dalam catatan kakinya, yang berbunyi “Tidak dibekali dengan keterampilan yang diperlukan untuk dengan sukses memasuki pasar tenaga kerja. Siswa yang mendapat nilai PISA tingkat 1 dianggap buta huruf secara fungsional karena mereka dapat, misalnya, membaca teks tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks tersebut."
Ada juga hal penting lain, yakni keterangan sumber dalam Gambar B.3. Di sana tertulis: perkiraan Bank Dunia berdasarkan data dari PISA 2015 (OECD, 2016). Ada pula catatan: siswa dengan tingkat prestasi di bawah 2 dalam skala prestasi PISA dianggap buta huruf secara fungsional.
Dalam dokumen tersebut, terdapat gambar data yang menunjukkan proporsi jumlah penduduk berdasarkan level literasi. Untuk Indonesia, pada kemampuan level 1 terdapat 55,4 persen penduduk. Sementara itu, di Vietnam ada 13,9 persen penduduk pada level 1, sedangkan di negara-negara OECD ada 20,1 persen penduduk pada level 1. Artinya, data tampak sesuai dengan klaim Prabowo.
Akun Twitter Bank Dunia Indonesia juga pernah menerbitkan informasi itu pada 5 Juni 2018:
“Di bidang pendidikan, Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam kuantitas. Tapi masih banyak kekurangan dalam mutu. Sekitar 55% penduduk Indonesia kemampuan membacanya masih terbatas - bisa membaca tapi mungkin sulit mengerti apa yg dibaca” ~Frederico #IEQBankDunia”
PISA 2015
Dokumen Bank Dunia telah menyatakan bahwa sumber informasinya berasal dari hasil PISA, terbitan OECD 2016. Apa itu PISA?
Dalam dokumen lengkapnya (halaman 6) (PDF), disebutkan bahwa PISA adalah “The Programme for International Student Assessment”.
Survei PISA 2015 itu dilakukan kepada 540 ribu pelajar dari 72 negara. Jumlah itu mewakili sekitar 29 juta anak sekolah berusia 15 tahun. Survei ini mencakup bidang sains, literasi (membaca), dan matematika. Pelaksanaannya assessment dilakukan melalui komputer, tapi di wilayah tertentu ada pula yang paper-based.
Tingkat kemampuan dalam PISA dibagi menjadi ada enam level. Dalam tes matematika, misalnya, level 1 menunjukkan bahwa “siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum” serta mampu “mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan prosedur rutin menurut instruksi yang eksplisit."
Level 2 menunjukkan “siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks yang memerlukan inferensi langsung”.
Semakin kompleks kemampuan yang diuji, semakin tinggi pula levelnya. Pada level 6, tes berupaya menguji apakah “siswa dapat melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan menggunakan informasi berdasarkan modelling dan penelaahan dalam suatu situasi yang kompleks."
Artinya, terkait 55 persen penduduk Indonesia yang ‘buta huruf secara fungsional’ atau punya kemampuan literasi pada level 1, dapat diartikan bahwa 55 persen penduduk Indonesia bisa membaca sebuah teks, tetapi tak bisa menjawab pertanyaan terkait apa yang dibacanya tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan pelacakan di atas, klaim Prabowo memang sesuai dengan apa yang ada di dalam dokumen laporan Bank Dunia. Namun, perlu digarisbawahi bahwa "buta huruf fungsional" bukanlah buta huruf dalam arti tidak mampu membaca.Yang dinyatakan oleh data Bank Dunia berdasarkan survei PISA adalah: sebanyak 55 persen penduduk Indonesia mampu membaca, tetapi punya kesulitan memahami apa yang dibacanya.
detik.com/tirto.id
from Berita Heboh https://ift.tt/2S3bdzk
via IFTTT
0 comments:
Post a Comment